Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan syariat Islam dan mengemban dakwah ke segenap penjuru dunia. Dalam sejarahnya yang membentang lebih dari 1300 tahun, khilafah secara praktis telah berhasil menaungi dunia Islam, mampu menyatukan umat Islam seluruh dunia dan menerapkan syariah Islam secara kaffah sedemikian sehingga kerahmatan yang dijanjikan benar-benar dapat diujudkan.
Maka, syariah dan khilafah bagaikan dua sisi dari sekeping mata uang. Tepat sekali ketika Imam Ghazali dalam kitab al Iqtishad fi al I’tiqad menggambarkan eratnya hubungan antara syariah dan khilafah dengan menyatakan ”al dinu ussun wa al-shultanu harisun – agama adalah tiang dan kekuasaan adalah penjaga”. ”Wa ma la ussa lahu fa mahdumun wa ma la harisa lahu fa dha’i – apa saja yang tidak ada asasnya akan roboh dan apa saja yang tidak ada penjaganya akan hilang”
Tapi sayang sekali, payung dunia Islam itu kini telah tiada. Setelah melalui berbagai upaya yang dilakukan selama puluhan tahun, pada tanggal 28 Rajab 86 tahun lalu, Kemal Pasha, politisi keturunan Yahudi dengan dukungan Inggris, secara resmi meng-abolish (menghapuskan) kekhilafahan yang waktu itu berpusat di Turki (khilafah Utsmani). Dengan hancurnya payung dunia Islam itu, umat Islam hidup bagaikan anak ayam kehilangan induk, tak punya rumah pula.
Maka, berbagai persoalan, penindasan, penjajahan dan penistaan umat terus berlangsung hingga saat ini. Maka, tak berlebihan kiranya bila para ulama menyebut hancurnya khilafah sebagai ummul jaraaim (induk dari segala kejahatan) karena memang semenjak itu dunia Islam terus didera berbagai krisis. Menyadari arti pentingnya khilafah dan betapa vitalnya bagi izzul Islam wal muslimin, umat Islam tidak pernah tinggal diam. Maka, sejak masa keruntuhan umat Islam terus berjuang keras untuk menegakkan kembali Khilafah Islam. Dan perjuangan itu tidak pernah berhenti hingga sekarang.
Tanggal 28 Rajab, bertepatan dengan tanggal 12 Agustus nanti, Hizbut Tahrir Indonesia menyelenggarakan Konferensi Khilafah Internasional di Gelora Bung Karno, Jakarta yang diikuti oleh sekitar 100 ribu peserta dengan pembicara dari dalam dan luar negeri sebagai bagian dari perjuangan untuk tegaknya kembali Khilafah Islam.
Dalam konteks Indonesia, ide khilafah sesungguhnya merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajahan multidimensi yang nyata-nyata sekarang tengah mencengkeram negeri ini dalam berbagai aspeknya. Hanya melalui kekuatan global, penjajahan global bisa dihadapi dengan cara yang sama. Karena itu pula, konferensi ini bisa dibaca sebagai bentuk kepedulian yang amat nyata dari Hizbut Tahrir Indonesia dan umat Islam pada umumnya untuk menjaga kemerdekaan hakiki negeri ini atas berbagai bentuk penjajahan yang ada.
Sedangkan dalam konteks Islam, khilafah dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari penghambaan manusia, kemudian menjadi hamba Allah semata, sehingga hanya Allah saja yang berhak disembah dalam arti tidak boleh seorang muslim tunduk kepada agama-agama yang lain (baca: agama demokasi, sekular, neney moyang) sesuai dengan firman Allah swt:
"Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang dzalim."
(QS Al Baqarah : 193)
Dan perwujudan khilafah hendaknya tidak hanya sebatas wacana islam, melainkan memerlukan pengorbanan dari setiap individu muslim untuk mewujudkannya untuk mencapai ridlo Allah SWT. Mudah-mudahan Allah, menyatukan hati orang-orang beriman untuk berjuang bersama dalam satu barisan yang kokoh, melawan kekuatan thogut. Kepada Allah-lah kita memohon.
Maka, syariah dan khilafah bagaikan dua sisi dari sekeping mata uang. Tepat sekali ketika Imam Ghazali dalam kitab al Iqtishad fi al I’tiqad menggambarkan eratnya hubungan antara syariah dan khilafah dengan menyatakan ”al dinu ussun wa al-shultanu harisun – agama adalah tiang dan kekuasaan adalah penjaga”. ”Wa ma la ussa lahu fa mahdumun wa ma la harisa lahu fa dha’i – apa saja yang tidak ada asasnya akan roboh dan apa saja yang tidak ada penjaganya akan hilang”
Tapi sayang sekali, payung dunia Islam itu kini telah tiada. Setelah melalui berbagai upaya yang dilakukan selama puluhan tahun, pada tanggal 28 Rajab 86 tahun lalu, Kemal Pasha, politisi keturunan Yahudi dengan dukungan Inggris, secara resmi meng-abolish (menghapuskan) kekhilafahan yang waktu itu berpusat di Turki (khilafah Utsmani). Dengan hancurnya payung dunia Islam itu, umat Islam hidup bagaikan anak ayam kehilangan induk, tak punya rumah pula.
Maka, berbagai persoalan, penindasan, penjajahan dan penistaan umat terus berlangsung hingga saat ini. Maka, tak berlebihan kiranya bila para ulama menyebut hancurnya khilafah sebagai ummul jaraaim (induk dari segala kejahatan) karena memang semenjak itu dunia Islam terus didera berbagai krisis. Menyadari arti pentingnya khilafah dan betapa vitalnya bagi izzul Islam wal muslimin, umat Islam tidak pernah tinggal diam. Maka, sejak masa keruntuhan umat Islam terus berjuang keras untuk menegakkan kembali Khilafah Islam. Dan perjuangan itu tidak pernah berhenti hingga sekarang.
Tanggal 28 Rajab, bertepatan dengan tanggal 12 Agustus nanti, Hizbut Tahrir Indonesia menyelenggarakan Konferensi Khilafah Internasional di Gelora Bung Karno, Jakarta yang diikuti oleh sekitar 100 ribu peserta dengan pembicara dari dalam dan luar negeri sebagai bagian dari perjuangan untuk tegaknya kembali Khilafah Islam.
Dalam konteks Indonesia, ide khilafah sesungguhnya merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajahan multidimensi yang nyata-nyata sekarang tengah mencengkeram negeri ini dalam berbagai aspeknya. Hanya melalui kekuatan global, penjajahan global bisa dihadapi dengan cara yang sama. Karena itu pula, konferensi ini bisa dibaca sebagai bentuk kepedulian yang amat nyata dari Hizbut Tahrir Indonesia dan umat Islam pada umumnya untuk menjaga kemerdekaan hakiki negeri ini atas berbagai bentuk penjajahan yang ada.
Sedangkan dalam konteks Islam, khilafah dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari penghambaan manusia, kemudian menjadi hamba Allah semata, sehingga hanya Allah saja yang berhak disembah dalam arti tidak boleh seorang muslim tunduk kepada agama-agama yang lain (baca: agama demokasi, sekular, neney moyang) sesuai dengan firman Allah swt:
"Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang dzalim."
(QS Al Baqarah : 193)
Dan perwujudan khilafah hendaknya tidak hanya sebatas wacana islam, melainkan memerlukan pengorbanan dari setiap individu muslim untuk mewujudkannya untuk mencapai ridlo Allah SWT. Mudah-mudahan Allah, menyatukan hati orang-orang beriman untuk berjuang bersama dalam satu barisan yang kokoh, melawan kekuatan thogut. Kepada Allah-lah kita memohon.